Ngapain ke Bandung? Jalan-jalan ya? Iya jalan-jalan, tapi jalan-jalan yang gak sekedar jalan-jalan. Ada beberapa hal yang membuat kami memilih Bandung sebagai destinasi kunjungan kami dari Lingkar Studi Sains (LsiS) FMIPA UGM tahun ini, setelah tahun sebelumnya kami menyambangi kota Malang untuk menyapa rekan-rekan sesama anggota kelompok studi fakultas (KSF) MIPA di Universitas Brawijaya. Pertama, ada KSF MIPA yang baru saja berdiri di Universitas Padjadjaran, untuk selanjutnya kami sapa, kami ajak berbagi, dan kami ajak untuk bergabung di Forum Saintis Muda Nasional (FOSMAN) yang merupakan forum yang menghubungkan seluruh kelompok studi fakultas MIPA yang ada di Indonesia, setelah pada januari 2014 kami kedatangan kunjungan dari Laser-C UII yang juga baru saja berdiri dan langsung kami ajak untuk bergabung dengan FOSMAN. Banyaknya objek wisata dan kekhasan Bandung juga menjadi alasan lain mengapa tahun ini dipilih Bandung sebagai tujuan, mulai dari bahasanya, budayanya, hingga kondisi geografis kota Bandung yang berbukit-bukit semakin menambah minat kami untuk mengunjunginya.
Hari pertama, kami berangkat sekitar pukul 18.30 dari kampus utara fakultas MIPA dengan jumlah peserta 50 orang. Perjalanan menggunakan bis kami tempuh sekitar 12 jam dengan menggunakan bis, cukup lama memang, karena bis sempat bermasalah dengan kelistrikan dan ban, Alhamdulillah, masih bisa sampai Jatinangor dengan selamat. Kedatangan kami yang ngaret dari jadwal karena kendala bis tetap disambut baik oleh Kang Awal, Biologi UNPAD 2011, selaku ketua MIPA Science Club FMIPA UNPAD. Dengan logat khas sundanya, Kang Awal mengarahkan kami ke ruang sidang dekanat FMIPA UNPAD, tempat dilakukannya acara inti. Setibanya disana, keadaan cukup sepi karena kebanyakan anggotanya sedang melaksanakan masa binaan, sejenis rangkaian PPSMB di UNPAD, dimana rangkaian penerimaan mahasiswa baru berjalan sekitar satu bulan dengan jadwal yang cukup padat.
Masuk ke acara inti, masing-masing dari kami mempresentasikan profil lembaga diawali oleh presentasi dari tuan rumah. MIPA Science Club FMIPA UNDIP adalah lembaga semi otonom dibawah kementrian penalaran BEM Kema FMIPA UNPAD, dengan tujuan meningkatkan iklim riset dan penalaran di FMIPA UNPAD. Lembaga ini baru satu tahun berdiri lagi, setelah sebelumnya sempat vakum karena satu dan lain hal. MSC terdiri dari pengurus inti, dan tiga departemen, yaitu RED yang mengurus bagian penelitian dan penalaran, lalu HRD yang mengurus bagian kaderisasi, dan PC & HI yang mengurus bagian publikasi, humas, dan informasi. MSC sejauh ini telah melakukan program kerja berupa diskusi ilmiah, publikasi buletin, dan membantu gerakan 1000 PKM yang dicanangkan oleh UNPAD. A great leap untuk lembaga semi otonom yang baru satu tahun berdiri, salut. Dilanjut dengan presentasi dari LsiS, lembaga yang sudah 10 tahun berdiri ini memiliki lima departemen, enam divisi, dan dua biro yang saling bekerjasama sehingga melahirkan program kerja seperti pekan sains fakultas MIPA gadjah mada (PESTAGAMA), diskusi dan kajian ilmiah, majalah dan buletin, pengabdian masyarakat, penelitian, research camp, dan lain-lain. Selain itu, LsiS adalah inisiator dari Forum Saintis Muda Nasional dan bersama BEM KM FMIPA UGM menjadi inisiator dari ASOSTyN (ASEAN Student Organization of Science and Technology Network). Sesi tanya jawab dimulai, kami saling sharing tentang gerakan PKM, kewirausahaan, hingga hubungan dengan universitas, senang sekali rasanya terlibat dalam forum dua lembaga dengan visi yang sama saling bertukar ilmu untuk kemajuan bersama.
Lanjut, setelah puas berkenalan, foto-foto, dan mengurasi ilmu dari teman-teman MSC FMIPA UNPAD, kami melanjutkan perjalanan ke PTP Nusantara VIII Rancabali. Menakjubkan sekali perjalanan kesana, dari macetnya jalanan kota Bandung hingga menanjak dan berlikunya jalanan Ciwidey, dari suasana belajar kampus UNPAD hingga suasana berlibur Rancaupas, dari bangunan beton di kota bandung hingga kebun teh di Rancabali, semuanya kita nikmati. PTPN VIII rancabali ini memiliki lahan seluas 3000 Ha dengan karyawan sejumlah 3000 orang.
Pabrik yang beroperasi 24 ini memproduksi berbagai jenis teh, dari black tea, green tea, hingga jenis paling mahal, white tea, dengan kualitas dan ukuran yang berbeda-beda pula. Proses pengolahan dari mulai pengumpulan pucuk teh hingga siap jual adalah sebagai berikut :
- Pelayuan, gunanya untuk mengurangi kadar air hingga 40-50 %, supaya teh yang dihasilkan tidak berasa bitter, juga untuk melunakkan pucuk daun teh yang akan mempengaruhi hasil gilingan teh yang dihasilkan
- Penggilingan dan pengayakan. Proses ini berguna untuk mengecilkan ukuran the dan membaginya dalam tiap bagian ukuran, yang akan mempengaruhi jenis the dan kualitas teh yang dihasilkan
- Oksidasi enzimatis. Proses ini berguna untuk mengoksidasi the supaya menjadi hitam dan menghilangkan zat-zat pengotor yang ada dalam the, sehingga the dapat dikonsumsi. Proses ini menggunakan air dan suhu serta kelembapan yang tinggi untuk hasil yang optimal
- Pengeringan. Teh yang sudah mengalami proses oksidasi enzimatis dikeringkan hingga kadar air berkisar sekitar 2-5%, kadar air ini menentukan kadaluarsa dari the tersebut. Pengeringan dilakukan dengan mesin yang selanjutnya terhubung ke bagian penyortiran.
- Sortasi. Teh dipilah berdasarkan jenis dan ukurannya, sehingga menghasilkan banyak varian the dengan ukuran, jenis, dan kualitas yang berbeda, menghasilkan the dengan peruntukan dan harga yang berbeda pula
Produk yang dihasilkan dari PTPN Rancabali ini banyak, mulai dari the yang dijual curah, the dengan merk WALINI, hingga the khusus untuk istana negara juga diproduksi di pabrik ini. Berbagai sertifikasi telah didapatkan pabrik ini, termasuk ISO 9000 yang menjamin proses produksi, PTPN ini juga telah disertifikasi oleh Sustainable Agriculture Network, sehingga sudah terjamin keberlangsungan lingkungan yang menjadi lahan PTPN VIII. Dari pabrik yang tidak terlalu besar ini ternyata dapat dihasilkan the yang berkualitas internasional, inilah salah satu contoh karya anak bangsa dengan skala industri yang mendunia.
Geser sedikit, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi objek wisata Situ Patenggang. Penasaran dengan asal terbentuknya danau ini, saya bertanya ke penduduk sekitar, dan beliau menjawab bahwa asal mulai terbentuknya adalah karena Dewi Rengganis meminta dibuatkan danau oleh Ki Santang, keponakan Prabu Siliwangi. Tidak puas dengan jawaban beliau, saya lanjut bertanya ke salah satu teman dari prodi geofisika, beliau menjawab bahwa apabila dilihat dari batuan penyusun, terdapat banyak batuan beku di sekitar danau, sehingga ada kemungkinan bahwa danau ini terbentuk dari aktivitas vulkanik. “Tau dari mana ini batuan beku?” “bentuknya gak menggumpal kayak batuan sedimen, lurus-lurus, terus kalau dijilat lengket”. Nah ini jawaban yang cukup memuaskan hati saya, seketika berfikir, kalau pariwisata di Indonesia ini mampu menggabungkan antara unsur budaya dengan unsur ilmiah, dengan manajemen yang baik, pasti devisa yang kita dapatkan akan jauh lebih banyak dan Indonesia lebih terkenal di mata dunia. Boleh dicoba.
Adzan maghrib berkumandang, kami bergegas untuk pulang ke Jogja kembali. Ditengah perjalanan pulang sambil bercanda dan bernyanyi, kami sesekali berdiskusi tentang apa yang kami dapatkan dari perjalanan ini. Pertama, bahwa berkunjung tidak harus dari yang belum berpengalaman ke yang sudah berpengalaman, sangat baik untuk kita membantu, mengajak, dan menginspirasi teman-teman kita yang satu visi untuk berakselerasi menuju arah yang lebih baik. Kesamaan visi juga menjadi perekat persaudaraan yang cukup efektif, baru saja bertemu, kami langsung akrab, karena kita sama-sama berjuang dalam ranah sains dan memiliki kesamaan tujuan. Potensi alam bangsa kita juga sangat besar, baik itu untuk keperluan industri hingga pariwisata, kunjungan ini memotivasi kami untuk terus bekerja dan berinovasi, sehingga sumber daya alam Indonesia yang sudah istimewa dari kuantitas maupun kualitas, dapat kami olah, kemas, dan pasarkan menjadi sesuatu yang bernilai tinggi di mata dunia dan bermanfaat untuk bangsa. Bandung bukan sekedar soal teh, bukan juga sekedar soal teteh-teteh, Bandung kali ini menginspirasi kami untuk senantiasa menjaga tali persaudaraan, peka terhadap potensi bangsa, dan terus berkerja dan berinovasi untuk membuktikan bahwa bangsa ini bukan sekedar bangsa remeh .
oleh M. Ibnu Fajri, Kepala Departemen Riset 2014, LSiS FMIPA UGM.